reWRITE [Part 3]
Apa dia dari...?
"Gimana,
Mel? Dia mau ikut gak?"
"Aah~
Dia mah mana mungkin mau. Ahaha"
"Haha.
Berarti sesuai rencana dong?"
"Yaap~"
"Tapi...
kamu bener gak apa-apa?"
"Din...
aku datang dari tempat berbeda dari kalian. Tugasku di sini, ya... untuk
ini."
"...
Aku masih agak gak ngerti, Mel. Tapi kamu keliatannya serius banget, jadi aku
gak punya pilihan lain selain percaya sama kamu."
"Hehe
terima kasih, Andini."
"Mmm...
kalo kamu bukan Melati, lalu Melati sekarang ada di mana?"
"Melati
mu aman ada di dunia ku."
"...
mmm... Gimana caranya dia ke sana? Gimana caranya dia ke sini lagi?"
"Semua
bergantung bagaimana jalannya rencanaku. Sejauh ini bagus. Dan semoga, Guntur
yang ini bukan Guntur yang sudah tahu masa depan kita."
"...
Semoga. Tapi kalo ternyata dia itu Guntur dari masa depan?"
"...
Guntur yang ada di dunia asalku ditakdirkan untuk mati tidak lama lagi. Jika
Guntur yang di sini ikut mati... semua hanya akan terulang tanpa kita
sadari."
"Setelah...
setelah kamu... ma- mati... terus apa?"
"Itu...
aku tidak yakin."
"Teori
mu adalah jika kamu mati di sini, Melati yang ada di dunia asalmu seharusnya
kembali ke sini dengan sendirinya, kan? Bagaimana kalau itu-"
"Nih.” Melati
senyum sambil ngasih aku sesuatu. ”Hehe.
Aku serahkan semua ke kamu."
"A-
Mel..."
"Selamatkan
Melati mu, ya."
Aku
cuma bisa diem.
Akhirnya
kami pun masuk sekolah SMA yang sama. Aku gak nyangka dan aku seneng banget.
Aku dapet temen baru dan aku juga makin deket sama Melati. Tiba-tiba, Melati
waktu itu nyamperin aku dengan muka yang muram.
"Ada
apa, Mel?"
"Aku
bukan Melati."
Aku
pun kaget. Aku mikirnya dia cuma kerasukan setan. (CUMA!!?) Terus, dia pun cerita. Ceritanya gak bisa aku ngertiin.
Ribet banget. Tapi dia temenku. Dengan mukanya yang serius, aku cuma bisa
percaya sama dia. Udah sekian hari dari hari dia ngomong aneh begitu. Aku kira
dia bakal sembuh dan bilang,"HAHAHA Kena deh kamu!" ke aku. Ternyata
enggak. Dia serius banget. Kecuali kalo di depan Guntur. Dia harus akting
normal. Biar semuanya sesuai rencana. Dengan begitu pun, aku juga harus ikut
akting. Aku ini orangnya susah bohong.
Melati
bilang dia tukeran tempat sama Melati "yang asli". "Ini semua
demi keselematannya." Dia bilang. Intinya Melati yang sekarang bukan
Melati temanku. Dan dia rela mati demi nyelamatin Melatiku. Tapi, Guntur bisa
ngacauin rencana ini dengan nyelamatin Melati dan ngebunuh dirinya sendiri.
Kalo sampe itu kejadian... AGH!! Aku juga masih gak ngerti! Sekarang aku cuma
bisa percaya dan ngikutin apa yang Melati ini minta.
Akhirnya,
Aku dan Melati pun pergi ke konser itu. Kalo semua berjalan lancar, Melati
seharusnya bakal nerima telpon dari Guntur. Dan benar. Melati pun mengangkat
handphone-nya.
"HALO!"
"HALO!"
"AAAH!!"
"WAAA!!
MIP! MIP!!!!"
"YA?!"
"Mip?"
"Kamu
kenapa teriak sih?! Telingaku sakit tahu!"
"Mip,
lu gak ngapa-ngapa, kan?"
"Hm?
Tidak. Ini aku baik-baik saja. Ini, Andini bersamaku. Hihihi."
"Haloo~"
Aku akting sebisa ku.
"Dengar,
kan? Hihi~"
"Haaaah~
Syukur kalo gak ngapa-ngapa."
"Hmm?
Memang ada apa?"
"Mm?!
AH! Kaga! Kaga ada apa-apa. Iye. Eheheh.. hee~"
"Yakin?
Kamu kedengarannya panik sekali. ... Kamu mengkhawatirkan... ku?"
Di saat kamu tau kamu akan mati, kamu tetap saja sempat-sempatnya bercanda dengannya... Dasar Melati. Selalu begitu. Dari dunia mana pun kamu berasal, kamu tetep temenku.
Di saat kamu tau kamu akan mati, kamu tetap saja sempat-sempatnya bercanda dengannya... Dasar Melati. Selalu begitu. Dari dunia mana pun kamu berasal, kamu tetep temenku.
"EH?
AH? MA-? WHATZ? NOZ! Kaga!"
"Te-terus?"
"Aaaah,
kaga! Kaga ngapa-ngapa dibilangin!"
"Serius?"
"Iye!"
"...
Eheheh. Ya sudah."
"...
Lu di mana? Udeh nyampe konsernya?"
"Hm?
Belum. Ini baru ingin menyebrang jalan. Jalanannya ramai sekali."
"Ah,
masa? Ya, kalo gitu, ati-ati nyebrangnya."
"Ahah
iya, terima kasih."
"I-iye."
"Ah,
sepertinya sudah agak sepi kendaraan, aku akan menyebrang. Hihii~"
"Y-ye,
ye udeh! Nyebrang gih!"
"Hehe~...
Gun..."
Melati
melirik ke arahku. Aku berbisik, "Kamu yakin, Mel?" Dia hanya
mengangguk tersenyum dengan tatapan yang yakin namun ragu.
"... Ya?"
"Terima
kasih, ya? Eheheh"
Aku... harus tetap ber... akting. Tapi air mata ini bukan air mata palsu.
"MELATI!!
AWAAAS!!"
Tubuhnya
terkapar. Darah di mana-mana. Mengalir seakan hujan baru aja turun. Dia bilang
dia bukan Melati dan aku... harus merelakan dia pergi... ... ... APANYA!!??
HUAAAAAAAAAAAH!! Aku pun tidak bisa menahannya.
"MELATIII!!!!
BANGUN!!!!"
5
hari sepi telah berlalu. "Jika aku mati di sini, Melati yang sedang berada
di dunia asalku seharusnya kembali ke sini dengan sendirinya." Begitu
katanya dengan yakin saat itu. Tapi... beberapa hari ini gak banyak yang
berubah. Kecuali Guntur yang shock denger kabar kalo Melati
udah gak ada. Dia jadi gak pernah keluar rumah sejak waktu itu. Aku sama shock-nya
dengan dia. Tapi aku berusaha untuk gak terlalu menunjukkannya ke orang-orang.
Ini... juga termasuk aktingku. Hahah... bener-bener maksa, ya. Ya, begitulah.
Aku gak tau bisa apa. Mungkin... baiknya aku juga tinggal di rumah kaya Guntur.
Aku gak punya banyak temen juga. Tari deket sama Melati, bukan aku. Nyoba
deketin juga percuma. Sekolah yang dihuni ratusan orang ini... siang ini...
bener-bener sepi, ya... Mel, apa ini bener gak apa-apa?
Akhirnya sekolah selesai. Hari ini pulang sendirian... lagi. Wah, harus ngebiasain diri nih. Haha selama dia gak ada, aku harus kuat! Dia juga pasti gak mau liat aku sedih jalan pulang sendirian. Haha... ha... ... Bodoh. Sok kuat! Lemah! Itulah aku. Aku yang sendirian. Apus! Apus! Gak mau disangka gila ama orang, kan? Ayo, apus! Gak apa-apa "sok kuat". Selama itu gak bikin aku keliatan lemah di mata orang. Ya! Sampe juga akhirnya di rumah. Hari ini ibu masak apa, ya?
Akhirnya sekolah selesai. Hari ini pulang sendirian... lagi. Wah, harus ngebiasain diri nih. Haha selama dia gak ada, aku harus kuat! Dia juga pasti gak mau liat aku sedih jalan pulang sendirian. Haha... ha... ... Bodoh. Sok kuat! Lemah! Itulah aku. Aku yang sendirian. Apus! Apus! Gak mau disangka gila ama orang, kan? Ayo, apus! Gak apa-apa "sok kuat". Selama itu gak bikin aku keliatan lemah di mata orang. Ya! Sampe juga akhirnya di rumah. Hari ini ibu masak apa, ya?
"Bu!
Dini pulang!”
Kemudian aku ngeliat sesosok orang yang gak pernah kusangka bakal pernah dateng ke rumahku di saat-saat kaya gini.
"Din. Gue mau ngomong sesuatu."
Guntur...? Abis
dia ngucapin kalimat super klise itu, dia cuma natep ku tajem.
"Ma-
mau ngomong apaan, Gun?"
"Tentang-"
"Ah!
Kamu udah pulang, Din?" Tiba-tiba ibu dateng nyela pembicaraanku dengan
Guntur.
"I-
Ibu!? Iya, udah."
"Haha
iya, keliatan, ya. Ini kamu ada tamu. Ibu sempet kaget ada cowok nyariin kamu.
Jarang-jarang kan, kamu dicariin cowok. Sekali dicariin, preman gang sebelah
yang-"
"IBU!
UDAH! DENGAN SEGALA HORMAT! IBU BISA PINDAH TEMPAT DULU, GAK!?"
"Ya,
ampun... hehe... iya, maap deh. Ganggu, ya?"
"Bu-
BUKAN! IBU!"
"Iya,
iya. hihihi. Anak ibu udah gede, yah. Kalo gitu ibu ke pasar dulu. Dah~
Hihihi"
"YA
UDAH! Ati-ati... haaah~...” Aku ngeliat ke arah Guntur. “Ma- maap, Gun. I- Ibu ku emang...
begitu heheh."
Tapi ekspresi muka Guntur gak berubah sama sekali. Masih tetep serius dan aku pikir aku tau kenapa.
"Ja- jadi... mau ngomong apa?"
Tapi ekspresi muka Guntur gak berubah sama sekali. Masih tetep serius dan aku pikir aku tau kenapa.
"Ja- jadi... mau ngomong apa?"
"Melati."
Aku kaget, "Ya?
Melati? Kenapa?"
"Dia
udah meninggal."
Hah?
Dia kenapa? Itu kan udah jelas. Apa dia masih shock?
"Y-
ya... iya. Dia udah-"
"Dia
udah meninggal untuk kesekian kalinya, kan?"
A-
ap- hah!? Apa maksudnya!? Dia tau sesuatu!? Ma- matanya... dia masih serius.
"Gue...
gue mau lu jujur. Sekarang juga. Gue tau lu tau sesuatu. Tau sesuatu yang
seharusnya gue juga tau."
A-
aku harus gimana... ?
Komentar
Posting Komentar