reWRITE [Part 1]
reWRITE
Gunis, begitu panggilannya. Siswa SMA yang bernama asli Guntur Iskandar ini adalah seorang siswa terpandai di kelasnya. Mengapa tidak terpandai di sekolahnya? Melati Intan Permata Ani, teman dekatnya lah yang menyandang gelar itu. Melati, atau bisa juga disebut MIP karna kebiasaan Gunis yang suka menyingkat-nyingkat nama (panggilan Gunis juga datang dari dirinya sendiri), sudah berteman lama sejak mereka berada di taman kanak-kanak. Istilah berteman atau bermusuhan tidak begitu cocok menggambarkan hubungan mereka. Istilah yang tepat mungkin adalah Friendly Rival. Sejak mereka TK yang mereka lakukan hanyalah bersaing satu sama lain. Namun, tidak pernah di antara mereka ada yang menggunakan kecurangan sebagai jalan pintas mencapai puncak yang ingin mereka ra- CUKUP BASA-BASINYA!!! *narator pingsan dipukul makhluk antah berantah* *saya bukan narator* *saya hanya membantu proses jalannya- LU JUGA!!! *...ampun*
Cih! Udeh. Kenalin Gue Gunis. Gue
yang bakal gantiin narator gak becus tadi buat nyeritain inti cerita 'gue'.
Heheh! Kita langsung aja.
"Hrrrr!!” Geram gue
sambil gue berdiri dari bangku gue. “Gak
ada gunanya ditahan. Mending ke perpus dah. Kalo ada taman Zen sih lebih bagus.
Apa boleh buat lah. Adanya perpus doang.” Terus, gue pun berangkat ke luar kelas.
Hingga
akhirnya, dari kejauhan, gak tau sumbernya dari mana, gue denger suara gak asing
manggil nama gue. Suara yang cempreng, gak ngenakin, dan bikin kuping serasa-
HIYYAAAATTT!! *makhluk antah berantah- ehem! Gunis pun terkapar dipukul oleh
makhluk antah berantah #2*
Ehem!
Halo. Hihi. Aku Mip. Hihi namaku lucu, kan? Awalnya sih tidak setuju, dikasih
nama dari si Gledek ini. Tapi biarlah, sebagai rasa hormat kepada pesaing yang
selalu nomor 2 ini, aku biarkan saja. Oh, berhubung Gledek sedang koma
sementara, aku yang akan menceritakan apa yang terjadi sebenarnya tadi.
Glede-
mm.. Gunis mendengar suara tidak asing ditelinganya. Suara yang merdu, yang
dapat menyejukkan siapapun yang mendengarnya. Ternyata Gunis mendengar suara
idolanya. Sang Melati. Ya, Gunis sangat memuja dan memuji gadis tersebut.
Sampai-sampai, saat Gunis menyadari bahwa itu adalah suara Sang Melati, ia
langsung menghampiri Sang Melati dengan meregangkan dadanya dan mengharapkan
sebuah pelukan. Tentu, Sang Melati yang berada jauh tingkatnya dari Gunis pun
menghindar dan- MIIIIP!!!!
Eh?
UDEH!
Udah
apanya?
Udeh
cerita ngawurnya!!
Ish.
Minta tuh yang sopan!
Cih!
Grrr!! Iye, iye. Maap, tadi agak lebay nyeritainnya. Sekarang boleh, kagak gue
lanjut cerita?
Hmmm?
Hrrrrr..
haaah~ Gak bakal ada Mip yang jelek di
cerita gue!!
Hmmm...
bagaimana, ya?
Burruaaan.
Itu udeh pada nungguin!!
Hmm...
kita pakai giliran saja, bagaimana?
Leh?
Tiap
satu atau dua paragraf, kita gantian bercerita. Bagaimana?
...
Rrrr...
Kalau
tidak mau, ya...
Iye,
iye! Sip! Deal! Seal! Puas?!
Hihi
ya sudah, kamu cerita, aku mau mengurus narator #1. Daah~ *menggotong narator
#1 keluar*
Narator
#2! Bantuin! *eh? loh..? si-siap!*
Akhirnya...
sampe di mana tadi... ah!
Gue
dipukul mendadak sama temen/musuh/saingan gue, Mip, di luar kelas. Cewek yang
satu ini gue akuin emang sedikit- cuma SEDIKIT lebih pinter dari gue. Dan...
ehem... agak manis juga sih. (aku dengar loh! hihi) Udeh! Diem! ...
Haah~ begini kelanjutannya.
"LU
NGAPA SI!? SAKIT BLO'ON."
"Ehehe...
iseng."
"Duh,
duh, pipi gue... Lu kaya kaga ada cara yang lebih normal gitu buat manggil orang."
"Iya,
iya. Maaf. Ah, baru begitu sudah membuat orang merasa bersalah."
"...
... ... eh, eh. Bisa gak, gak usah sebegitu formalnya? Gue yakin yang baca ini
cerita agak risih baca dialog lu abis baca bahasa preman gue."
"Ish!
Biarlah! Nikmati saja!"
"...
kok gue jadi ikutan risih, ye? Berapa lama gue udah satu sekolahan mulu sama
lu?"
"...
mmm... 13 tahun?"
"Udeh
tau."
"Terus,
kenapa bertanya!?"
"Tau
pertanyaan retoris, kaga? Pertanyaan yang kaga perlu dijawab."
"Tidak
tahu."
"Itu
tadi juga pertanyaan retoris..."
"...
oh..."
"..."
"..."
"..."
"...
uhuk!..."
"...
ehem..."
"..."
"..."
"...
ini kenapa jadi diem-dieman?"
"Itu
pertanyaan retoris juga?"
"Iye!"
"...
oh..."
"AAGH!
Udeh! Urusan lu ke sini mau ngapain selain mukulin gue?!"
"Itu
pertanyaan retoris, ya?"
"BUKAN!!!"
"Jadi
aku perlu jawab?"
"IYEEE!!!"
"Ehehe..."
"JANGAN
MALAH NYENGIR!!"
“Wle!!”
Dia malah melet.
"Idih!
Ni anak!"
"Iya,
iya. Hihi. Langsung ke inti aja, ya?"
"Kenapa
gak dari tadi si...?!"
"Ya,
abisnya-"
"KAGA
USAH DIJAWAB! LANGSUNG AJE CERITA!!"
"I-iya,
iya. Aduuh. Teriak-teriak melulu. Nanti bisa sakit tenggorokannya."
"Haaah...
haaah... haaah... “ Gue keabisan napas.
"Ehehe...
jadi, aku punya tiket konser. Aku punya 3 tiket. Rencananya aku mau berangkat
pergi bersama Andini dan Tari. Tapi, Tari sudah ada janji. Berhubung aku ingat
kamu suka band ini, jadi kamu mau ikut menggantikan Tari, tidak? Ihihi"
Melati ngasih brosur konser ke gue yang kemudian gue liat.
"Haaaah~
haaaaah~ *glek* aaaa..."
"Hm?"
"Mel-
Mip..."
"Ya?"
"Gue..."
"Mhm?"
"*glek*...
Gue..."
"Kamu...
kenapa?"
"..."
"..."
"..."
"Gunis."
"Y-ya?!"
"Kamu
kenapa?"
"Ak-
Gue gak bisa. Hari itu gue ada janji."
"Eeeeh?!
Tapi-"
"Yaaaa,
pokoknya maap aja. Emang sih, gue suka band ini, tapi gue punya prioritas.
Jadi... lain kali aja deh, Mip."
"Hooo~
mau belajar, ya?"
"Hi!?”
"Heheh
masih mau mencoba menandingiku?"
"Dih!
Kaga!” Gue
ngebuang muka gue.
"Aaah~
ahaha sudah, tidak perlu malu begitu. Aku bisa mengerti rasa iri mu. Pasti
bosan selalu jadi yang kedua, ya, kan? hihi"
"Lu
ngeledek udeh keterlaluan... haah~ gue udeh kaga peduli sama peringkat gue. Gue
cuma perlu belajar bersyukur aje dah."
"Ohoho~
yakin?"
"Aduuuh!
Iye, pokoknye gue gak bisa dateng ke konser itu. Titik segede konde!"
"Eh?
ahaha ya, sudah. Aku akan pergi berdua bersama Andini. Kalau kamu berubah
pikiran, telepon
aku,
ya."
"Cih,
gak bakal! Udeh! Gue pengen ke perpus. Bye!"
"Hihi~"
Akhirnya, hari di mana Melati dan Andini berangkat ke konser pun tiba. Sementara Melati dan Andini sedang bersiap ke konser, Gunis hanya berdiam di rumah, melakukan kegiatannya seperti setiap harinya, belajar. Gunis memiliki perasaan yang tidak enak dengan ini semua. Gunis mulai khawatir dengan keadaan Melati. Ada rasa ingin mengecek kabarnya, namun Gunis ragu. Akhirnya dia pun hanya membiarkan perasaan tidak nyamannya itu berlalu. Gunis kembali mengerjakan aktivitasnya seperti biasanya.
Akhirnya, hari di mana Melati dan Andini berangkat ke konser pun tiba. Sementara Melati dan Andini sedang bersiap ke konser, Gunis hanya berdiam di rumah, melakukan kegiatannya seperti setiap harinya, belajar. Gunis memiliki perasaan yang tidak enak dengan ini semua. Gunis mulai khawatir dengan keadaan Melati. Ada rasa ingin mengecek kabarnya, namun Gunis ragu. Akhirnya dia pun hanya membiarkan perasaan tidak nyamannya itu berlalu. Gunis kembali mengerjakan aktivitasnya seperti biasanya.
Gue
yang ngerasa janggal cuma bisa diem. Gue tau gue bisa aja sekarang nelpon Mip
nanyain keadaanya, cuma sekedar biar gue lega aja. Ah, tapi kalo ternyata cuma
perasaan gak jelas, gue cuma dapet malu dari Mip. Dan pasti bakal dia jadiin
bahan lawaknya dia di sekolah. Haah~ Bodo amat dah.
...
...
...
Gunis bergegas mencari telepon genggamnya. Rasa khawatirnya telah mengalahkan rasa malu yang kemungkinan ia akan hadapi nantinya. Dia lebih baik malu daripada harus kehilangan temannya... ya, ampun. Dia bisa romantis juga. Hihi.
...
...
...
Gunis bergegas mencari telepon genggamnya. Rasa khawatirnya telah mengalahkan rasa malu yang kemungkinan ia akan hadapi nantinya. Dia lebih baik malu daripada harus kehilangan temannya... ya, ampun. Dia bisa romantis juga. Hihi.
"HALO!"
"AAAH!!"
"WAAA!!
MIP! MIP!!!!"
"YA?!"
"Mip?"
"Kamu
kenapa teriak sih?! Telingaku sakit tahu!"
"Mip,
lu gak ngapa-ngapa, kan?"
"Hm?
Tidak. Ini aku baik-baik saja. Ini, Andini bersamaku. Hihihi. (haloo)
Dengar, kan? Hihi~"
"Haaaah~
Syukur kalo gak ngapa-ngapa."
"Hmm?
Memang ada apa?"
"Mm?!
AH! Kaga! Kaga ada apa-apa. Iye. Eheheh.. hee~"
"Yakin?
Kamu kedengarannya panik sekali. ... Kamu mengkhawatirkan... ku?"
"EH?
AH? MA-? WHATZ? NOZ! Kaga!"
"Te-terus?"
"Aaaah,
kaga! Kaga ngapa-ngapa dibilangin!"
"Serius?"
"Iye!"
"...
Eheheh. Ya sudah."
"...
Lu di mana? Udeh nyampe konsernya?"
"Hm?
Belum. Ini baru ingin menyebrang jalan. Jalanannya ramai sekali."
"Ah,
masa? Ya, kalo gitu, ati-ati nyebrangnya."
"Ahah
iya, terima kasih."
"I-iye."
"Ah,
sepertinya sudah agak sepi kendaraan, aku akan menyebrang. Hihii~"
"Y-ye,
ye udeh! Nyebrang gih!"
"Hehe~...
Gun..."
"...
Ya?"
"Terima
kasih, ya? Eheheh (melati! awas!!) (*tiiiiinn*)"
*telepon terputus*
"...
... Mi-... Mel... ...?"
Komentar
Posting Komentar